Referendum yang akan mengamandemen konstitusi negara Afrika barat yang kaya uranium itu meraih 92,5 persen dari jumlah suara. Hal ini harus diumumkan untuk diterima. Demikian keputusan pengadilan yang disiarkan oleh radio milik negara.
Pengadilan mengesahkan dan mengumumkan kepastian hasil referendum yang digelar 4 Agustus lalu itu, dalam tiga hari setelah disahkan oleh Komisi Pemilihan Nasional. Namun, hal itu ditentang kuat oleh pihak oposisi, yang menyeru agar pemilu itu diboikot.
Ketua Komisi Moumouni Hamidou mengatakan, pemungutan suara diikuti oleh 68,26 persen atau 4,1 juta pemilih.
Pihak oposisi mengecam dan mengatakan bahwa referendum merupakan kudeta yang dilakukan oleh Tandja. Referendum juga mendapat serangan dari masyarakat internasional.
Tandja (71) secara konsisten mengklaim bahwa perpanjangan kekuasaannya itu sepenuhnya adalah keinginan rakyat.
Referendum akan mengizinkan Presiden, yang berkuasa sejak 1999, untuk tetap berkuasa setelah masa baktinya berakhir pada 22 Desember, dan kemudian berupaya untuk mendapatkan mandat yang tak terbatas alias seumur hidup. Hasil itu juga memperkuat kekuasaan presiden yang membuatnya sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tunggal.
Presiden akan mengepalai bidang militer, menunjuk perdana menteri, dan menguasai sepenuhnya kontrol kabinet. Konstitusi baru menetapkan legislatif bikameral yang terdiri dari majelis perwakilan dan senat. Niger pada saat ini tak punya senat.
Tandja yang menang terhormat diharapkan meningkatkan stabilitas Niger dan meningkatkan ekonomi negara penghasil uranium ketiga terbesar di dunia itu. Namun, rencana untuk memperpanjang mandatnya dalam tempo yang tidak terbatas itu dikecam, baik di dalam, maupun di luar negeri. Konstitusi 1999 membatasi mandat presiden sampai dua periode.
Tandja bersikeras menentang parlemen dan Mahkamah Konstitusi dalam rangka memperpanjang kekuasaannya. Dia membubarkan parlemen dan mahkamah, mengumumkan keadaan darurat, dan mulai memerintah dengan dekrit.