Balai Arkeologi Denpasar mengevakuasi kerangka tulang belulang manusia prasejarah yang ditemukan dalam sarkofagus atau peti jenazah dari batu di Subak Saba, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali.
"Setelah kami teliti hampir seminggu, pagi ini kami evakuasi dua sarkofagus, yakni kerangka manusia yang utuh dan yang sudah menjadi serpihan tulang," kata dra Ayu Kusumati, peneliti dari Balai Arkeologi Denpasar, di Gianyar, Jumat (3/9/2010).
Menurut Ayu Kusumati, tulang belulang manusia itu akan disimpan di Balai Arkeologi Denpasar. "Sampai di Denpasar, kami akan teliti lagi tulang belulang itu," katanya.
Sementara itu, sarkafogusnya akan disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh.
Tim Peneliti Sarkofagus di Desa Keramas yang dipimpin Dewa Kompyang Gede menemukan dua sarkofagus dengan ukuran berbeda di Subak Saba, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Sabtu (28/8/2010).
"Satu sarkofagus merupakan peti mati tipe kecil dengan ukuran panjang 150 cm dan lebar 50 cm. Satu lagi ukuran besar dengan panjang 100 cm dengan lebar lebih 12 cm," kata Dewa Kompyang Gede.
Ia mengungkapkan, pada kedua sarkofagus itu ditemukan kerangka manusia. "Satu sarkofagus berisi tulang belulang kerangka manusia utuh, satu lagi berisi tulang belulang yang sudah remuk," katanya.
Selain sarkofagus, kata Dewa Kompyang, tim itu juga menemukan kendi tua di sebelah tengkorak manusia yang dikubur terlentang itu.
"Sedangkan pada sarkofagus yang satu lagi hanya ditemukan pecahan kendi," kata pria yang bertugas di Balai Arkelogi Denpasar.
Ia menjelaskan, saat ini jenis kelamin tulang belulang yang masih utuh diidentifikasi sebagai laki-laki. Adapun tulang belulang yang remuk tak bisa diteliti.
"Kondisi tulang sudah remuk sehingga susah ditentukan jenis kelamin jenazah yang dikubur telungkup itu," katanya.
Menurut Dewa Kompyang, tulang belulang itu diperkirakan berumur 2.000 sampai 2.500 tahun.
"Pada zaman itu, manusia telah mengenal masa perundagian dan alat logam. Hal ini dibuktikan dengan adanya tonjolan wajah manusia atau kedok mirip kura-kura pada bagian ujung sarkofagus yang kini ditemukan," katanya.
Selain telah mengenal logam, Dewa Kompyang juga mengatakan, pada zaman itu juga sudah dikenal istilah gotong royong serta rasa persatuan dan kesatuan.
"Tujuan dibuatkan kedok di bagian ujung peti kubur itu dimaksudkan untuk memberikan jalan bagi sang arwah menuju dunia lain," katanya.
Ia menjelaskan, biasanya pemakaman dengan sarkofagus itu diperuntukkan bagi orang yang berpengaruh pada zaman tersebut.
"Hanya kaum bangsawan dan orang yang berpengaruh yang menggunakan peti kubur semacam itu," katanya.(kompas.com)