Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (4/1/2012), memutus bebas AAL, remaja yang dituduh mencuri dalam kasus sandal jepit butut milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulteng. Meski diputus bebas, AAL dinyatakan bersalah karena mencuri barang milik orang lain. Ia tidak dihukum, tapi dikembalikan kepada orangtuanya.
Putusan tentang kasus sandal jepit ini menuai protes. Hakim dinilai tak memutus perkara berdasarkan kebenaran materiil. Fakta di persidangan, alat bukti yang diajukan berbeda dengan barang yang diduga dicuri. AAL didakwa mencuri sandal merek Eiger nomor 43. Namun, bukti yang diajukan adalah sandal merek Ando nomor 9,5.
Selama persidangan kasus sandal jepit pun, tak ada satu saksi yang melihat langsung apakah sandal merek Ando itu memang diambil AAL di depan kamar Rusdi. AAL sendiri membantah melakukan pencurian, tapi menemukan sebuah sandal Ando di luar pagar indekos milik Rusdi.
Kasus Sandal Jepit |
Dalam sidang kasus sandal jepit, saat hakim Rommel F Tampubolon dan sejumlah pengacara AAL bertanya, bagaimana Rusdi yakin itu sandal miliknya, Rusdi menjawab, ”Saya ada kontak batin saat melihat sandal itu.” Saat hakim meminta mencoba, tampak jelas sandal Ando itu kekecilan untuk kaki Rusdi yang besar.
Menurut Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Muhammad Ihsan, AAL tak bisa dinyatakan bersalah dalam kasus sandal jepit, karena bukti dan saksi yang dibawa ke persidangan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
"Menurut pandangan kami, AAL dinyatakan bersalah dalam kasus sandal jepit tidak benar. Itu tidak sesuai dengan pemeriksaan saksi dan alat bukti di persidangan. Alat bukti di persidangan berbeda," ujar Ihsan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/1/2012).
Mengenai barang bukti kasus sandal jepit yang berbeda dengan dakwaan, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengatakan, hakim memiliki kewenangan untuk memutuskan. "Kalau soal itu (bukti berbeda di pengadilan) itu nanti hakim yang memutuskan," katanya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad menyatakan, tak benar ada perbedaan antara barang bukti dalam kasus sandal jepit. Menurutnya, sejak awal baik AAL maupun Briptu Rusdi telah ditunjukkan sandal tersebut dan mereka mengakui itulah barang yang hilang dari indekos Briptu Rusdi. "Kepada saksi korban (polisi), sudah ditanyakan apa benar kehilangan sandal ini atau yang mana yang hilang, dia bilang betul yang dihadirkan ke persidangan. Sementara itu, kepada terdakwa pun, dia tidak membantah dan mengakui bahwa sandal itu yang diambil," jelas Noor.
Lelucon
Pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Yesmil Anwar, dalam perbincangan dengan Kompas.com berpendapat, seyogyianya kasus sandal jepit ini diselesaikan dengan jalan damai. "Dibawa ke ranah hukum juga ada benarnya, karena negara kita adalah negara hukum, ada yang melanggar hukum yang harus ditindak. Nah, jika barang bukti berbeda, harusnya damai dan batal demi hukum," jelas Yesmil.
Ia tertawa kecil membayangkan kasus sandal jepit tersebut tetap dijalankan sejak penyidikan di kepolisian, kejaksaan, hingga ke pengadilan dengan barang bukti yang tidak sesuai. Hal tersebut ia anggap sebagai proses hukum yang menyimpang. Tak hanya itu, Yesmil menyebut proses hukum dalam kasus sandal jepit sebagai proses yang konyol dan penuh lelucon.
"Uang saja yang dicuri, meskipun nilainya sama, tapi kode uangnya beda tidak bisa dijadikan barang bukti. Kasus tidak bisa dijalankan jika barang buktinya tidak sama. Ajaib sekali kasus sandal jepit ini. Konyol. Ini seperti Lelucon," katanya sambil tertawa.
Sumber : nasional.kompas.com