Kontroversi mencuat saat seorang anggota DPRD Provinsi Jambi mewacanakan tes keperawanan sebagai syarat masuk sekolah negeri. Pakar seksologi menilai hal ini tak hanya melanggar HAM, tapi juga membuktikan ketidaktahuan soal seksualitas.
"Bukan hanya melanggar HAM, tapi juga sebuah kebodohan. Tidak selalu ada hubungan antara selaput dara dengan pernah tidaknya seorang gadis berhubungan seks," ungkap Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, seksolog dari Universitas Udayana dalam pesan singkat kepada detikHealth, Minggu (26/9/2010).
Seperti dikutip dari Livestrong, hubungan seks memang bukan satu-satunya penyebab kerusakan pada selaput dara. Berbagai aktivitas fisik seperti bersepeda serta senam lantai maupun pemasangan tampon bisa membuatnya rusak sekalipun belum pernah berhubungan badan.
Sebaliknya, perbedaan elastisitas selaput dara pada setiap individu bisa membuat beberapa orang tetap tampak seperti perawan meski sudah pernah bersetubuh. Pada jenis selaput dara sangat kuat, penetrasi penis atau bahkan kelahiran bayi sekalipun tidak akan serta merta menyebabkan kerusakan.
Kini dengan perkembangan teknologi, status keperawanan menjadi semakin sulit untuk ditentukan hanya berdasarkan kondisi selaput dara. Siapapun yang punya uang bisa kini melakukan hymenoplasty, yakni prosedur bedah plastik untuk memperbaiki selaput dara yang sudah rusak.
Yang jelas menurut Prof Wimpie, menjadikan tes keperawanan sebagai syarat untuk masuk sekolah sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Gagasan tersebut dinilainya sangat diskriminatif, sebab tes semacam itu tidak bisa dilakukan pada murid laki-laki.
"Andaikata pernah melakukan hubungan seks sekalipun, mengapa (murid perempuan-red) tidak boleh masuk sekolah negeri? Apakah laki-laki yang sering berhubungan seks juga tidak boleh masuk?" tanya Prof Wimpie yang juga seorang pakar andrologi.
Seperti diberitakan sejumlah media lokal di Jambi, wacana untuk melakukan tes keperawanan pada calon siswa pertama kali dilontarkan anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jambi, Bambang Bayu Suseno beberapa waktu lalu. Andai disetujui oleh anggota dewan yang lain, wacana itu rencananya bakal dirumuskan dalam raperda.
Tujuannya bukan untuk menghambat siswi yang sudah tidak perawan untuk masuk sekolah, melainkan hanya untuk menghadirkan efek malu. Calon siswi yang kedapatan sudah tidak perawan tetap bisa bersekolah namun terlebih dahulu mendapat bimbingan dari psikolog.(detik.com)