Apa penyebab kerusakan hutan yang begitu meluas?Biang keladinya bukan sekadar tekanan ledakan penduduk. Kawasan-kawasan subur di bumi dapat dengan mudah menopang populasi dunia—dan bahkan dalam jumlah yang jauh lebih besar.
Beberapa pemerintah mendesak para petani untuk mengubah tanah mereka menjadi tempat rekreasi, seperti tempat perkemahan, lapangan golf, atau taman margasatwa.
Lalu, mengapa hutan dunia menciut? Kita harus mencermati penyebab-penyebab kerusakan hutan yang sudah dapat di katakan sulit untuk di tanggulangi.
Jauh sebelum adanya ledakan penduduk, banyak pemerintah menjarah hutan demi mengejar kekuasaan dan kekayaan. Akan tetapi, setelah perang dunia kedua, gergaji mesin dan buldoser telah memungkinkan kerusakan hutan dalam skala yang lebih luas. Semakin banyak hutan yang rapuh dieksploitasi sebagai sumber pendapatan.
Perusahaan-perusahaan besar membeli areal tanah subur yang sangat luas dan menggunakan peralatan mekanis untuk menuai panenan siap jual. Karena diberhentikan dari pekerjaan, ribuan orang desa pindah ke kota. Namun, yang lainnya tergerak pindah ke hutan hujan. Lahan semacam itu kadang-kadang didengungkan sebagai ”tanah tanpa penduduk untuk penduduk tanpa tanah”. Pada saat orang-orang sadar betapa sukarnya berladang di tempat semacam itu, kerap kali itu sudah terlambat—hutan yang terbentang luas telah hilang.
Korupsi di kalangan pejabat juga telah berperan dalam menyebabkan kerusakan hutan. Izin penebangan mendatangkan banyak uang. Karena disuap, beberapa pejabat yang tidak jujur telah diketahui memberikan konsesi jangka pendek kepada perusahaan yang menjarah kayu dengan mengabaikan konservasi.
Akan tetapi, ancaman terbesar terhadap satwa liar di hutan bukanlah penebangan, melainkan pengubahan hutan menjadi lahan pertanian. Apabila tanahnya subur, dalam beberapa kasus pengubahan semacam itu mungkin dibenarkan. Tetapi sering kali, para pejabat yang korup dan tidak becus secara tidak perlu mengizinkan penebangan hutan yang tidak akan pernah bisa pulih ke kondisi semula,dan akhirnya kerusakan hutan tidak dapat di elakkan lagi.
Para kriminal juga merusak hutan. Penebang ilegal dengan diam-diam memotong pohon yang berharga, bahkan yang di taman-taman nasional. Kadang-kadang mereka menggergaji gelondongan menjadi papan langsung di hutan—praktek yang boros dan ilegal. Penduduk setempat dibayar untuk membawa kayu dengan sepeda atau bahkan pada punggung mereka. Lalu, untuk menghindari pos-pos pemeriksaan, truk-truk mengangkutnya melewati jalan-jalan gunung yang sunyi setelah hari gelap.
Jadi, deforestasi dan hilangnya satwa liar bukanlah akibat yang tak terelakkan dari peningkatan populasi. Hal itu sering diakibatkan oleh pengelolaan yang salah, perdagangan yang tamak, kejahatan, dan pemerintah yang korup.