Pages

Thursday, September 2, 2010

Menguak Bisnis "Bodyguard"

 Jasa pengamanan artis dan orang penting semakin dibutuhkan saat semakin banyak kegiatan konser dan pertemuan besar. Lantaran bermodal kepercayaan, tidak banyak pemain di bisnis ini bertahan.

Beberapa tahun terakhir, Indonesia rutin menyelenggarakan perhelatan musik, seperti Java Jazz, Jak Jazz, dan Java Rockin Land. Penyanyi atau grup band asing sering menjadikan negara ini bagian rangkaian tur. Tren ini ikut menyuburkan bisnis jasa pengamanan atau pengawalan (bodyguard) artis atau tamu superpenting (VVIP).

Faktor keamanan merupakan hal paling mendasar dalam dunia pertunjukan. Marcia Rahardjo, Presiden Direktur Indika Production, mengaku, “Apa pun bisa terjadi dalam sebuah pertunjukan.” Adrie Subono, Chief Executive Officer (CEO) Java Musikindo, menambahkan, semakin besar jumlah tiket yang terjual, jasa pengamanan semakin dibutuhkan.

Tidak banyak pemain di bisnis khusus ini. Erby Dwitoro, Business Development Manager P1 Force Security, mengaku sudah mengawal tak kurang dari 556 artis dan orang penting sejak berkecimpung di bisnis pada tahun 1990. “Pertama kali, kami mengawal Richard Marx,” ujarnya.

Denny, pemilik PT Garuda Satria, yang berdiri sejak 2005, menyebutkan, tiap bulan paling sedikit mengawal dua sampai tiga artis lokal dan internasional. Untuk mengawal satu artis, ia biasanya mengerahkan 10 personel. “Tiap personel dibekali dengan skill bela diri dan senjata api,” ungkapnya.

Baik Erby maupun Denny menyatakan, sebagian besar permintaan jasa datang dari event organizer (EO) ataupun promotor musik. Tapi, sering, pemain bisnis ini langsung mendapat pesanan dari artis. “Malas kalau harus berurusan dengan EO yang ternyata bermasalah dari segi pendanaan,” ujar Adi Mahfudz, Presiden Direktur PT Esa Garda Pratama.

Erby menuturkan, jasa yang diberikan meliputi pengamanan secara personal ke artis, mulai dari kamar hotel hingga di atas panggung. “Pengamanan lebih difokuskan untuk menghindari benturan atau kontak fisik antara fans dan artis,” terangnya.

Layanan ke artis luar biasanya mulai dari bandara, kegiatan di hotel, perjalanan ke venue, dan pengantaran kembali ke bandara. “Artis luar selalu mengkhawatirkan faktor keamanan di Indonesia,” terang Erby.

Adi menerapkan sistem keamanan tertutup dan terbuka. “Tergantung dari permintaan,” terangnya. Sistem keamanan tertutup hanya mengamati si artis dari jarak jauh, sementara pengawasan dengan sistem terbuka dilakukan dari jarak dekat. “Setiap personel dilengkapi dengan skill bela diri, komunikasi, dan senjata api jika perlu,” ungkapnya.

Tarif sesuai dengan risiko

Meski tanggung jawabnya gede, sikap ke klien harus tetap menyejukkan. “Personel pengamanan juga harus bisa menjadi teman dan kooperatif dengan si artis,” papar Erby. Tapi, “Tetap harus menjaga privacy si artis,” tambah Adi.

Tarif jasa layanan ini berbeda-beda. Erby menuturkan, fee tergantung dari tingkat kesulitan pengamanan, salah satunya diukur oleh popularitas artis. “Biasanya kami mematok tarif Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per 24 jam,” ungkap Erby. Jika event itu tur, ia biasa memasang harga paket dengan tarif tertinggi mencapai Rp 200 juta.

Denny menambahkan, makin besar risiko, makin mahal fee-nya. Tarifnya berkisar mulai Rp 1 juga sampai Rp 5 juta. “Paling murah untuk event sekelas kafe,” terang pria yang sering mengawal Ahmad Dhani ini.

Adi menjelaskan, khusus sistem kontrak, besar fee minimal Rp 20 juta. “Kami hanya mau mengawal artis yang reputasinya bagus,” catatnya.

Cukup banyak pemain di bisnis ini, tapi hanya sedikit yang bertahan. Sebab, layanan ini harus pintar melihat kebutuhan klien, tak cukup hanya bermodal badan tegap. Sebagai pemakai, Marcia menuntut jasa pengamanan mampu bertindak cepat dan tepat dalam keadaan apa pun.

Tak mudah mewujudkan syarat itu. “Ini bisnis kepercayaan. Sekali pemakai jasa kami kecewa, selamanya kami tidak akan dipakai lagi,” ucap Denny.(Kompas.com)