Pages

Saturday, March 31, 2012

Lapisan Es Tertua Laut Artik Mencair


Studi terbaru oleh ilmuwan NASA, Joey Comiso, menemukan bahwa es tertua dan tertebal di Laut Artik menghilang alias mencair lebih cepat daripada lapisan es yang lebih muda dan tipis. Penemuan tersebut dipublikasikan di Journal of Climate yang terbit bulan Februari 2012. Pencairan es tertua tersebut membuat kawasan Artik semakin terancam.

"Tutupan es di Artik menjadi semakin tipis karena kehilangan lapisan es tebal secara cepat. Pada saat yang sama, suhu permukaan di Artik meningkat, menyebabkan semakin pendeknya musim pembentukan es," kata Comiso yang dikutip NASA.


Dalam penelitian, Comiso membandingkan tutupan es abadi pada tahun 1980 dan tahun 2012. Data diambil dengan satelit pada tanggal 1 November 1979-31 Januari 1980 dan 1 November 2011-31 Januari 2012. Pengambilan data dilakukan dengan satelit Nimbus-7 milik NASA dan Special Sendor Microwave Imager/Sounder (SSMS) milik Defense Meteorological Satellite Program (DMSP).

Citra yang diambil bisa dilihat dalam gambar di atas. Wilayah yang tertutup es abadi digambarkan dengan warna putih terang dan wilayah rata-rata yang tertutup es berwarna biru hingga putih susu. Hasil pencitraan menunjukkan bahwa luasan es abadi (semua wilayah permukaan laut yang tertutup es abadi minimal 15 persen) menurun sebesar 15,1 persen per dekade.

Sementara wilayah es abadi (area yang sepenuhnya tertutup oleh es abadi) juga mengalami penurunan cukup signifikan, sebesar 17,2 persen per dekade.

Ilmuwan mengenalkan tiga jenis es. Es abadi adalah es yang tetap beku lebih dari dua musim panas. Es musiman adalah es yang terbentuk pada musim dingin dan cepat mencair. Sementara es perenial adalah es yang bisa bertahan paling tidak satu musim panas.

Dari penelitian, Comiso menemukan bahwa luas es perenial mengalami penurunan sebesar 12,2 persen per dekade. Sementara area es perenial menurun 13,5 persen per dekade.

"Butuh suhu dingin yang cukup panjang bagi es abadi untuk berkembang lebih tebal sehingga bisa bertahan di musim panas dan membalikkan tren ini," tambah Comiso.

Sumber : sains.kompas.com